VINA


OKVINA NUR ALVITA...., mungkin terdengar biasa aja bagi yang baru pertama mendengar, tapi..... menurut saya ini adalah sebuah nama yang sangat bagus pemberian kedua orang tua saya, tepatnya pada tanggal 12 Oktober 1986. Saat ini saya adalah seorang mahasiswi pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor (IPB).


Saya orangnya... COMPLICATED!!



Pengen tau lebih banyak tentang saya? visit
www.friendster.com/okvina

VINA


 


Jawa Timur, tepatnya kota Jember adalah tempat dimana untuk pertama kalinya saya dapat merasakan indahnya dunia ini. Saya lahir di provinsi Jawa Timur yang notabene sebagian besar penduduknya adalah orang dari suku Jawa, dan kebetulan baik ayah maupun ibu saya juga orang Jawa, jadi secara otomatis saya berasal dari suku Jawa.


Sebagai seorang yang berasal dari suku Jawa, maka secara langsung maupun tidak langsung beberapa perilaku maupun sikap hidup saya mencerminkan beberapa nilai yang terkandung dalam adat Jawa. Sampai ada yang pernah beri komentar pada saya kalau “Vina tuh Jawa banget sih…”. Memang dalam kehidupan sehari-hari saya sering mempraktekkan nilai-nilai budaya Jawa yang ditanamkan oleh keluarga pada saya. Misalnya seperti: duduk harus sopan, bicara harus lembut, tidak boleh seenaknya sendiri dalam berperilaku, dan masih banyak lagi. Itulah saya dari segi nurture yang membentuk kepribadian saya.


Banyak juga yang bilang “Vina tuh cewek banget sih…”. Saya memang dari kecil ingin menjadi seorang wanita yang sesungguh-sungguhnya wanita. Karena itulah, dalam hal-hal tertentu saya ingin semua perilaku saya benar-benar mencerminkan bagaimana seorang wanita seharusnya. Mulai dari pakaian, saya suka sekali pakai rok dan saya juga orang yang modis. Sejak SMA kelas 2 saya sudah tidak pernah pakai sepatu kets lagi (kecuali saat olah raga) dan saya juga sudah jarang sekali pakai tas punggung atau ransel. Saya benar-benar berpenampilan yang feminin. Tapi saya sadar, itu saja tidak cukup untuk jadi seorang wanita yang sesungguhnya. Saya mulai membekali diri saya dengan hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana seharusnya seorang wanita berperilaku. Saya selalu menjaga cara berjalan, duduk, berkomunikasi dengan orang lain, dan juga belajar untuk mendengarkan orang lain. Selain hal tersebut diatas saya juga sangat menyadari bahwa jiwa saya benar-benar didominasi oleh jiwa seorang wanita. Saya seorang yang sangat perfectionist, saya seorang yang lembut, saya perhatian dengan orang lain, pendengar yang baik, peka, senang bermain dengan anak kecil, suka memasak, suka bunga, sangat memperhatikan perasaan orang lain dan saya juga manja. Saya juga seorang yang sangat bertanggung jawab karena saya termasuk dalam kategori orang korelis. Namun dibalik semua itu, saya adalah seorang yang berego tinggi dan cuek. Itu semua menurut saya, kalo menurut orang lain saya tidak tahu, dan memang saya tidak pernah memusingkan apa yang orang lain katakan tentang saya karena menurut saya (selama saya tidak melakukan hal yang diluar norma dan nilai yang ada), kalau saya terlalu memusingkan apa kata orang dan saya selalu ikut pada apa yang dikatakan orang pada saya, maka saya tidak akan bisa jadi diri sendiri dan tidak akan pernah menemukan jati diri saya yang sebenarnya.


Pernikahan adalah sesuatu yang sangat sakral menurut saya. Ikatan yang terjalin adalah untuk sekali seumur hidup. Oleh karena itu, saya tidak mau sembarangan dalam memilih calon ayah untuk anak-anak saya nanti. Yang pasti saya ingin seorang laki-laki yang se-iman dan bisa jadi imam saya. Itu adalah salah satu kriteria yang tidak dapat di ganggu gugat. Saya ingin pasangan hidup yang se-tujuan dengan saya dalam memandang hidup, keluarga yang akan dibentuk nantinya, dan juga tentang anak-anak kami nanti. Saya ingin pasangan hidup yang tahu bagaimana caranya memperlakukan wanita dengan baik. Saya ingin pasangan hidup yang sama-sama saling mencintai. Calon pendamping hidup saya nanti juga harus sudah punya pekerjaan yang mantap. Dan satu lagi yang paling penting adalah, karena pernikahan itu bukan hanya untuk 2 individu tapi 2 keluarga, maka saya ingin pasangan saya bisa diterima oleh keluarga saya dan saya juga diterima di keluarganya.


Sebagai seorang wanita dan ibu nantinya, saya ingin semua yang terbaik untuk anak saya. Saya rela melepaskan semua yang sudah saya capai (seperti karier dan jabatan misalnya), kalau anak saya membutuhkan saya. Satu hal yang pasti, saya tidak akan bekerja saat hamil tua (mulai memasuki usia kehamilan 7 bulan) hingga anak saya masuk sekolah. Saya benar-benar tidak ingin melewatkan masa-masa kritis ataupun the golden age anak saya. Saya ingin mencurahkan semua yang saya punya untuk anak saya. Saya akan mengasuh anak saya secara demokratis dengan menanamkan prinsip-prinsip good character pada anak saya. Saya tidak hanya ingin mencerdaskan anak saya secara kognisi, namun saya ingin menggali semua potensi yang ada pada anak saya nanti. Saya baru ingin bekerja kembali saat anak saya sudah masuk usia sekolah atau prasekolah. Dan pekerjaannya pun harus setengah hari (dosen, guru atau konsultan misalnya), jadi saat anak saya pulang ke rumah setelah sekolah, saya juga ada di rumah. Saya benar-benar hanya menginginkan yang terbaik untuk anak saya dan saya tidak ingin anak-anak saya merasakan hal yang sudah pernah saya rasakan.


Namun, dibalik semua itu saya adalah seorang yang memiliki banyak impian dalam hidup. Semua impian saya itu saya jadikan sebagai penyemangat agar saya selalu menjalani hidup ini dengan penuh rasa optimis.


Kata-kata yang selalu saya pegang dalam menjalani hidup ini adalah lakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan semua orang dan juga harus dengan ikhlas serta setulus hati.